Prie GS |
Kini saya mengerti, kenapa di bantaran sungai banyak berdiri rumah-rumah darurat yang akhirnya malah berubah menjadi benar-benar rumah. Selain karena persoalan sosial, ini juga hasil isntink alamiah saja: mereka tidak melihat ancaman. Dan ancaman itu bukan peraturan, melainkan air. Mereka membangun rumah karena memang sungai itu telah menjadi daratan. Air itu kini tak lagi mengancam lewat aliran resmi. Air itu kini ingin menempuh alirannya sendiri dengan cara yang mulai sulit diprediksi. Mungkin karena ia kecewa karena di seluruh aliran resmi, air cuma menghadapi bermacam-macam hambatan.
Seluruh aliran resmi itu kini ramai-ramai mengalami pendangkalan dan selebihnya pendaratan. Eloknya, watak sungai ini seperti cuma hendak mengabarkan watak pendangkalan di segenap urusan. Di Indonesia, sepak bola saja bisa berubah menjadi bukan sebak bola tetapi telah menjadi intrik politik dan pertunjukkan organisasi yang ruwet. Sepak bolanya sendiri tiba-tiba lenyap entah ke mana. Maka kepada negaranya, sepak bola Indonesia jauh lebih banyak menyumbang persoalan katimbang prestasi.
Politik juga menunjukkan gejala yang sama. Banyak partai didirikan cuma atas nama kecewa. Maka sebelum sebuah partai sempat berkontribusi membangun bangsa sudah keburu sibuk dengan pertengkarannya sendiri. Berdiri partai baru lagi, kecewa lagi, partai baru lagi, begitu seterusnya. Begitu banyak sekarang ini pihak yang terpaksa menjadi sangat sibuk tetapi cuma untuk mengurus persolannya sendiri. Begitu besar konsentrasi kepada diri sendiri itu, sehingga urusan bersama mengalami ketelantaran di mana-mana. Fasilitas umum selalu mengalami fandalisme sehingga orang-orang umum lebih memilih bersikap tidak sebagai umum.
Di hampir semua tempat rekreasi yang saya datangi saya selalu dikejutkan olah masalah sampah. Begitu merdeka sampah itu menghuni apa saja sehinga separoh dari tempat rekreasi itu benar-benar telah berubah menjadi TPA. Yang terlihat akhirnya bukan cuma betapa merdeka orang-orang dalam membuang sampah, tetapi juga betapa merdeka petugas kebersihan untuk tidak menjalankan tugasnya dan juga betapa merdeka perda sampah untuk tidak dijalankan sebagaimana perintahnya. Jadi sedang ada ruang kemerdekaan yang begitu luas sekarang ini untuk melangsungkan seluruh tindakan yang pusatnya hanya kepentingan diri sendiri. Lihat saja, hampir seluruh kerumitan berbangsa dan bernegara ini tidak besumber dari kebodohan dan kemiskinan, melainkan bersumber pada pemujaan yang sangat kepada kepentingan sendiri. Sekarang jelas, kenapa krisis kepemimpinan terjadi karena di mana-mana, publik tidak melihat kepemimpinan melainkan sekadar pihak yang sibuk digelayuti pamrih-pamrihnya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar