<div style='background-color: none transparent;'></div>

HumOr Edisi 21 Tahun Kedua, September 2013

HumOr Edisi 21 Tahun Kedua, September 2013
Komedi Manusia - GM Sudarta (Oil on Canvas)






HumOr Edisi VI Juni 2012

Kamis, 31 Mei 2012


Kartun Jitet Koestana; Desain: dms
Menakar moralitas dalam dunia seni dan pertunjukan adalah hanjriiiitttt! (istilah Heru S. Sudjarwo). Maksudnya kurang lebih seperti upaya mencumbu angin dan menyetubuhi badai. Seperti melacak AD-ART ideologi Ewes-ewes. Mencari pasal, mencari ayat yang kemudian terbang ketika orang bersendawa lalu bablas logikanya. Persoalan keamanan itu tanggungjawab polisi, iya; nenek-nenek juga tahu. Persoalan moralitas dan keadaban adalah tanggungjawab para ulama dan agamawan, iya itu sudah seharusnya. Tetapi persoalan moralitas dalam kesenian, bukan polisi bukan ulama dan agamawan yang punya domain; domain itu ada di dalam Dewa Estetika, Bathara Kredo dan Sang Hyang Kreativitas. Dan semua itu..lihat selengkapnya!

Dunia seni dan pertunjukan -- khususnya sejak geger soal Lady Gaga yang berujung tidak lucu itu, digelontorkan dalam media ekspresi yang jarang disentuh majalah, yaitu dalam bentuk audio-visual. Kebetulan saja media ini online, sehingga hal yang rumit dihadirkan di media cetak itu kini dapat dengan mudah dan  makjegagik serta gembrudug muncul di HumOr edisi ini. Bagi penggemar Wayang Kampung Sebelah, Dangdut Maut maupun Dangdut Koplo, kini dapat menakar seberapa hebat sebenarnya Lady Gaga itu, atau justru seberapa konyol kita membanding-bandingkan kesenian kita dengan Si Monster Kecil itu? Setelah menyimak-nyimak dan melihat-lihat, khususnya bentuk pertunjukan kesenian yang ditampilkan di video, mari kita jawab pertanyaan kita sendiri, mana yang lebih memalukan, membanggakan, menyedihkan, memuakkan, menjengahkan, menyenangkan, mencerahkan, membingungkan, atau memperkaya mata batin kita. Mari kita jawab dengan jujur...rasanya jalan ini terasa lebih fair, bukan?

Selain misteri Hambalang dan carutmarut dunia perpolitikan kita, kali ini juga banyak menyitir soal Jakarta, yang Juli nanti bakal punya gawe penting, mengadakan pemilihan gubernur dan wakilnya. Mudah-mudahan saja ada tokoh semacam Bang Ali pada zamannya. Tokoh yang cocok untuk zaman sekarang. Tokoh yang mampu menggerakkan potensi masyarakat Jakarta sehingga selain menjadi masyarakat kosmopolit yang elegan dan berbudaya, juga mampu merebut kembali jiwa luhur bangsa kita yang manusiawi, santun dan berbudi baik.

Masih banyak materi unik dan sulit ditemukan di lapak-lapak majalah atau koran, dari kartun, joke, foto lucu hingga semburan kekonyolan yang nyaris sulit dicerna akal, tetapi di HumOr ini, mudah-mudahan Anda mendapatkannya dengan mudah dan nyaman.

Selamat menikmati, semoga Anda menderita kebahagiaan!


Continue Reading | komentar

Bersih Bersih buat 2014 by Gom Tobing


Continue Reading | komentar

Bakat yang Hilang

Prie GS

Kenapa prestasi badminton Indonesia merosot? Inilah analisa saya. Pertama karena sistem rally point itu tidak cocok dengan kultur kita. Saya tidak tahu mengapa, tetapi faktanya, sejak sistem itu berlaku, prestasi kompetitor meningkat dan kita menurun. Target pembuat sistem rally point untuk membuat bulu tangkis lebih populer bisa jadi tercapai, tapi dengan kita sebagai korbannya. Sistem itu cocok untuk mereka tapi tidak bagi kita. Begitu cocoknya sistem itu dengan kita sampai begitu begitu kuat dominasi kita atasnya dan itu membuat pihak-pihak tertentu tidak rela.
Mereka menganggap sistem lama akan membuat olah raga ini kurang populer dan hanya akan diminati oleh segelintir pelaku saja. Anggapan itu salah. Sejak lama bulu tangkis sudah populer. Justru sistem sebelumnya itulah yang membuat olah raga ini besar dan melahirkan banyak legenda. Soal bahwa hanya ada sedikit peminat atau banyak peminat, itu tak ada hubungan dengan kebesaran oleh raga ini. Itu hanya ada hubungannya dengan hitung-hitungan industri. Panjat tebing, pendaki gunung, itu sepi penonton, sepi tepuk tangan, tetapi tak pernah kekurangan peminat. Selalu ada saja orang yang mendaki dan memanjat walau tanpa ditepuki. Jadi di dalam olah raga dan profesi berlaku apa yang disebut panggilan otentik. Rally point itu adalah soal yang amat otentik, setidaknya bagi kita. Ingat tekanannya adalah ‘’bagi kita’’. Kenapa? Karena kita bangsa yang banyak membuang unsur ‘’kita’’ di setiap kebijakannya.
Artinya: di setiap cabang olah raga atau cabang apa saja, selalu punya watak dan martabatnya sendiri. Letak nilai para pendaki gunung pasti karena sulit dan tingginya, bukan rendah dan mudahnya. Tidak bisa puncak Jayawijaya atau Everest dikepras saja agar lebih rendah, agar bahkan ibu-ibu bisa mendakinya dan olah raga ini menjadi hiburan keluarga. Tidak bisa kepada seorang pendaki tebing boleh dengan cara naik helikopter agar bahkan anak-anak pun bisa ikut olah raga ini.
Sebuah cabang olah raga, tak perlu takut menyulitkan atau ditolak cuma karena sulit dan tidak cocok bagi pihak lain. Kepada mereka silakan mengambil cabang lain yang cocok. Sebuah cabang olah raga harus tetap dibiarkan memelihara unsur terbaiknya. Unsur terbaik tinju adalah kerasnya pukulan. Memang risikonya bisa membuat lawan pingsan tetapi begitulah nilai sebuah watak. Ia kuat dan tegas dalam keputusan tak peduli apakah orang menyukai, cocok atau membenci. Kepada tinju tak bisa dibuat agar pukulan itu diganti elusan saja demi agar pasangan orang yang berpacaran pun bisa ikut perlombaan. Bagi pihak yang tidak cocok bisa menjatuhkan ke lain pilihan.
Sistem lama yang penuh perpindahan itu memang melelahkan, kadang seperti basa-basai, pindah berkali-kali, menjengkelkan dan menyebalkan tapi karena itulah ia menjadi menegangkan. Karena itulah kita menang karena soal basa-basi itu kita terlatih. Soal betel-tele itu kita juga punya akar budayanya. Soal membuat lawan jengkel dengan cara pindh betkali-kali seperti itu, kita juga punya tradisinya.
Jadi ketika semua itu dihilangkan, tercabutlah permaian ini dari watak kita yang selama ini lengkap terakomodasi. Benar, sistem baru itu mengakomodasi pihak lain, tetapi tidak untuk diri sendiri. Inilah kemudian intinya: selama ini, terlalu banyak aneka keputusan yang tidak berbasis pada bakat dan realitas kita sendiri. Ini terjadi di hampir seluruh cabang urusan mulai dari darat, luat, dan udara. Di darat kita hanya pemain cadangan karena semua jenis kendaraan, hasil tambang, pusat perbelanjaan, bahkan bank mulai didominasi asing. Pendeknya, terlalu banyak jenis keputusan yang mengizinkan posisi kita tidak sebagai si pemegang peran.
Continue Reading | komentar (1)

Nusantara by Koesnan Hoesie


Continue Reading | komentar

Kehilangan Orientasi by Gom Tobing


Continue Reading | komentar

Pesan Pak Beye

GM Sudarta - Harian KOMPAS

Continue Reading | komentar

Gerakan Anti Narkotika (Granat)

Gom Tobing

Martono Loekito

Hang Ws

Continue Reading | komentar

Solusi Kemacetan Jakarta

(leonardus leonait)

Continue Reading | komentar

Pohon Reformasi by Joko Luwarso


Continue Reading | komentar

Pohon Kaderisasi by Non-O


Continue Reading | komentar

Masyarakat Sumbu Pendek

Prie GS
Cuma karena ditegur lantaran ngebut di jalan kampung, tawuran antar desa pun pecah. Karena cuma dikasari saat bermain bola, seseorang bisa membunuh teman. Setelah 12 tahun mereda, rusuh Ambon meledak lagi lebih karena SMS hasutan. Di mana-mana, tidak cuma di Indonesia, sumber perbedaan dan potensi perpecahan itu ada. Tetapi bagi pihak yang panjang sumbu kesabarannya, perbedaan itu hanyalah perbedaan, tidak perlu menjadi sumber pertengkaran. Jadi tak penting mengurus perbedaan karena ia ada di mana-mana. Yang lebih mendesak ialah agar masyarakat menjadi kuat di hadapan perbedaan dan persoalan.
Dan inilah soal-soal yang menurut saya mengurangi kekuatan masyarakat di hadapan persoalan itu: Pertama, kegagalan kepemimpinan. Ini adalah episode paling berbahaya dalam setiap cerita perpecahan. Kepemimpinan yang sukses selalu sukses menyatukan apa saja. Jangankan naluri bersatu, naluri bercerai saja bisa disatukan. Di setiap manusia ada naluri bersatu dan bercerai. Dan di tangan pemimpin hebat, naluri bersatu itu akan membesar dan naluri bercerai akan mengecil.
Lalu apa ciri paling menonjol dari pemimpin hebat? Ternyata bukan tongkrongan fisiknya, bukan pidatonya, bukan pula kekuasaan politiknya, melainkan kebersihan moral dan keteguhan prinsipnya. Banyak pemilik moral baik tetapi tidak cukup kuat dalam prinsip. Banyak kekuatan prinsip tetapi tidak digunakaa untuk moral-moral besar. Malah ada kekuatan prinsip itu sekadar digunakan untuk adu nyali. Misalnya: ‘’Keliru saja saya berani, apalagi benar.’’ Pemegang prinsip ini jelas kuat sekali tak peduli dia sedang benar atau sedang keliru. Tentu, pada prakteknya, tidak ada kekeliruan yang benar-benar kuat walau orang yang sedang keliru itu bisa saja adalah orang yang sedang kuat.
Maka ketika ada seorang pribadi yang sanggup menggabungkan keduanya, kebersihan moral dan keteguhan prinsip sekaligus, hasilnya akan luar biasa. Ia mengagumkan dan menakutkan karena jika segala sesuatu bertentantangan dengan prinsipnya akan dia hadapi tanpa peduli apapun taruhannya. Dibanding prinsip yang ia yakini, semua jenis taruhan kecil di matanya, tak terkecuali nyawa sendiri. Jika di sebuah wilayah tersedia figur semacam itu, apapun jenis kerusuhannya akan mereda jika orang ini sudah menjadi juru damainya. Atau karena ada tokoh semacam ini, kerusahan itu malah tidak perlu benar-benar ada. Banyaknya krisis sosial biasanya juga ditandai oleh rendahnya jumlah tokoh pemersatu dengan kualitas semacam ini.
Penyebab watak sumbu pendek lainnya sebenarnya hanya bersifat pelengkap dan pendukung. Di setiap kepemimpinan yang gagal akan ada banyak sekali kegagalan mulai dari etika sosial sampai hukum. Jika kegagalan etika saja gagal diatasi apalagi kegagalan hukum. Maka etika dan hukum bisa serempak terjadi. Sekarang ini orang bisa tidak ragu-ragu lagi menutup jalan jika sudah mengatas namakan hajat kebaikan. Hajat baik itu tentu saja baik tetapi niat baik yang sudah mendatangkan keangkuhan itulah yang menyebabkan bahkan kebaikan tidak selalu membuahkan kebaikan.
Pendukung berikutnya adalah anak turun dari semua nilai ini, termasuk pola dan kebiasaan hidup. Hari ini ada begitu banyak kebiasaan publik yang merosot baik dalam soal berolah raga, mendengarkan musik sampai pola makan. Memainkan organ tungal pasti lebih disukai katimbang berlatih piano. Makan enak pasti lebih disukai katimbang makan sehat. Katimbang menyetel musik-musik tradisi, banyak penyelengara hajatan lebih suka menyetel dangdut koplo atau pentas dangdutan dengan risiko tawuran setiap kali.

Continue Reading | komentar

Masih Soal Senpi

(riekediahpitaloka.com)

Continue Reading | komentar

Foto Peringatan

(ponco nugroho)


(muhammad-farhan-kadir/ratnho desain)

Continue Reading | komentar

Jakarta di Mata M Najib







Continue Reading | komentar

Isi Perut Jakarta

Foto kiriman: Sutiadi S

Sebuah SMS masuk ke hape Andre, isinya berbunyi, "Uangnya dikirim via Bank Mandiri aja atas nama Sri Rejeki no AC 002387908765, trims." Karena kesal sering terima SMS semacam itu, Andre lalu membalas, "Sudah dikirim 5 juta lewat Bank Thoyib!" (dms)

Kriiing..7X (bunyi telpon)
"Halo, slmt siang", jwb si Inem
"Lho, siapa ini?" sahut seorg pria.
"Oh, sy pembantu baru disini Pak.Baru dtg siang ini."
"Kalo begitu, Ibu mn?"
"Ibu sdg dikmr tidur"
"Tolong panggilkan."
"Maaf, Bpk siapa yah?"
"Saya suaminya."
"Lho... Ibu di kmr sm Bapak kok?!" si inem kaget
"APAA ?!" si Bpk lebih kaget lg.
Si inem jd bingung.
"Nama kamu siapa?"
"Nama saya inem, Pak" jwb si Inem dg gemetar.
"Inem, spt apa pria yg di kmr dng ibu?"
"Rambut ikal & kulit hitam." jwb Inem .
"KURANG AJAR !! Pasti si Johan sopir itu. INEM !!", teriak Bpk. "Ya Pak?"
"Coba kamu intip, sdng apa mereka?"
"Aduh Pak, sy ga berani"
"HEH !! Saya Tuanmu tau !! Cepat sana liat !! Kalau tdk sy pecat kamu."
Dgn lutut gemetar, Inem berjln menuju kmr majikannya. Stlh melihat keadaan di dlm & lngsng ke telpon lg.
"Halo Pak.."
"Yaa, apa yg terjadi?" jwb Bpk.
"Ibu sm pria itu sdng tidur, Pak"
"Cuma tidur?" tny si Bpk
"SUDAH SAYA DUGA !!
DASAR !!!" omel si Bpk.
"INEM !", teriak si Bpk, "Iya Pak"
"CEPAT ambil tali & ikat mereka berdua!"
"Aduh Pak, saya tdk berani",
"Dasar kamu bodoh, nanti sy beri uang 1 juta" teriak si Bpk. Krn diiming2 uang, timbul keberanian si Inem. Larilah dia ke dapur utk cari tali. Stlh itu, Inem msk ke kmr majikannya. Dng hati-hati, dia ikat tangan si Pria lalu kaki. Stlh itu dia ikat tangan & kaki si Ibu. Tp sial, si Ibu terbangun & teriak:
"INEEM. APA YANG KAMU LAKUKAN !!Mau merampok ya ?!"
"Maaf Bu, sy disuruh Bpk."
lngsng si inem lari ke arah telpon, tinggalkan majikannya yg teriak2.
"Pak, sdh saya ikat" lapor si Inem dg ngos2an.
"Bagus, skrg ambil kamera dimeja kerja sy "
"Meja kerja yg dimn?" tny si Inem.
"Gmn sih kamu ini. Itu yg di bwh tangga."
"Tangga??" si Inem kebingungan
"Dirmh ini kan ga ada tangganya, Pak. ga ada tingkat.", timpal Inem.
Hening sesaat....
"Brp no telpon ini?", tny si Bpk
"32902076, Pak", jwb si Inem dng polos.
"Ooh, Maaf ya... ternyata sy salah sambung."
Inem : gubraKK.1@@!??@#
(Dikiirim Pandoyo TB)

Inez, sekretaris yang terlalu asyik dengan pekerjaannya, bergabung dengan biro jodoh untuk mencari pasangan yang cocok. Dia menginginkan laki-laki yang kecil tapi menarik, menyukai olahraga air, dan suka dalam kegiatan-kegiatan kelompok. Pagi berikutnya, komputer memberinya alamat seekor penguin.

Tiga orang sekretaris, Evy, Eny dan Ely, asyik ngerumpi waktu minum teh pagi.
“Semalam aku meninggalkan kondom di meja Pak Dandy,” bisik Evy.
“Aku melihatnya. Lantas benda itu sengaja kulubangi, sahut Eny.                    
 Ely pun jatuh pingsan.

Ketika melihat ristleting celana bosnya terbuka, seorang sekretaris dengan kemalu-maluan memberi tahu bosnya ketika ia hendak meninggalkan kantor,
“Pintu garasi Anda terbuka.”
Bos yang kebingungan itu tidak tahu apa maksud sekretarisnya, sampai salah seorang stafnya akhirnya memberi tahu apa yang dimaksud sekretaris itu
 Hari berikutnya, ia memanggil sang sekretaris ke ruangannya dan bertanya, “Kemarin, ketika kamu melihat pintu garasiku terbuka, apakah kamu melihat Volvo limousine merah di dalamnya?”
“Oh tidak,” sahut sekretaris itu, “itu cuma sebuah VW warna pink dengan dua ban depannya yang kempes!”


“Apa perbedaan antara sekretaris yang baik dan sekretaris yang terbaik?”
“Yang satu menyapa bosnya dengan ucapan, “Selamat pagi, Pak,” dan yang satunya lagi memberi ucapan sambil bermalas-malasan,” Sudah pagi, Pak.”

Nyonya Valencia mengiklankan diri akan menjual volvonya dengan harga cuma Rp 50 ribu saja.
“Nggak apa-apa,” sahut Nyonya Valencia,” jika Anda menginginkannya, berikan saja uang Rp 50 ribu dan bawalah pulang. Kalau Anda tidak tertarik, mohon jangan buang-buang waktu.”
Setelah mengangsurkan pembayaran, Firman meminta kuncinya, “Terima kasih, tapi omong-omong, kenapa mobil ini Anda jual dengan harga murah, sih?”
“Suami saya baru saja meninggal dunia,” jawab Nyonya Valencia, “dan dalam surat warisannya diinstruksikan agar mobil ini dijual dan hasil penjualannya diberikan kepada sekretarisnya.”

Malam pertama Inem menjadi pembantu. Tiba-tiba lampu mati. Ia tanggap ketika ada sosok tubuh yang mendekati.
“Nem, jangan bilang papi dan mami, ya!” bisik sosok dalam kegelapan itu. “Sialan! Anak majikan yang datang!” keluhnya. Malam kedua lampu kamar mati lagi. Terdengar bisikan.
“Nem, jangan bilang sama nyonya dan anak saya!”
Malam ketiga lampu kamar mati. Terdengar lagi bisikan yang lirih, “Nem, jangan bilang sama tuan dan anakku!”
“Busyet! Lesbian!” gerutu Inem dalam hati.

Pada seleksi akhir penerimaan calon sekretaris, sang bos melakukan wawancara langsung.
“Apa yang akan Anda lakukan jika jabatan sekretaris sudah di tangan?”
Calon 1 : Saya ingin mencapai puncak karier di perusahaan ini.”
Sang bos membuat catatan: Berambisi, diprioritaskan.
Calon 2 : “Saya akan membantu perusahaan ini mencapai puncak kemajuan.”
Sang bos mencatat: Berdedikasi, diprioritaskan.
Calon 3 : “Saya akan membuat bos mencapai ‘puncak’!”
Catatan sang bos: Tahu posisi, diterima.

Seorang pramunikmat yang tersohor berminat menerbitkan buku memoarnya. Tentu saja buku itu berisi tentang petualangan asmaranya dengan berbagai laki-laki langganannya.
Mendengar berita tersebut, Pak Joni –pejabat yang cukup terpandang- merasa gusar. Ia khawatir jangan-jangan pramunikmat itu menyebut namanya dalam buku itu. Maklum, ia pernah menjadi pelanggan setia pramunikmat itu.
Akhirnya ia menghubungi pramunikmat itu dan kemudian terjadilah tawar menawar. “Aku beri kamu uang. Tapi jangan sekali-kali menyebut nama saya. Setuju!”
“Baik!”
Dan ketika buku itu terbit, di salah satu babnya, tertulis: “Seorang pejabat terpandang, Pak Joni, memberi saya sejumlah uang sebagai imbalan agar saya tidak menyebut namanya dalam buku ini. Dan saya setuju!”

“Mas, apakah kamu sudah menyiapkan nama yang bagus untuk anak kita?” tanya seorang istri pada suaminya sambil mengusap-usap perutnya.
“Sudah. Pokoknya laki-laki atau perempuan, beri saja nama ‘Selingkuh’!”
“Ih, namanya kok aneh, sih?”
“Ya, hanya itu nama yang cocok untuk anak yang punya ayah mandul seperti aku!”
 
“Katanya kamu punya masalah dengan pacarmu?”
 “Iya.”
 “Kenapa?”
 “Aku memergokinya selingkuh.”
 “Dengan siapa?”
 “Dengan suaminya!”

 Konglomerat Indonesia sedang menjamu wartawan dari Amerika. Ia mengajak tamunya berkeliling Jakarta.
 “Lihat, bentuk Monumen Nasional kami berbeda dengan milik bangsa lain.”
 “Ah,” potong wartawan itu, “Di negeri kami setiap monumen atau gedung megah sekali pun tidak banyak berarti bagi seorang David copperfield. Anda tahu, ia dapat menghilangkan apa saja termasuk Monas ini.”
 “Itu belum seberapa,” konglomerat itu tidak mau kalah, Copperfield hanya dapat menghilangkan, tapi tidak dapat mengubahnya.”
 “O, ya?” tamunya menyeringai.
 “Lihat kawasan kumuh itu,” kata konglomerat itu. “Saya dapat menghilangkannya dalam semalam, untuk kemudian mengubahnya menjadi gedung yang megah.”

 Seorang wartawan mewawancarai seorang pemandi jenazah di RSUP.
“Pengalaman apa yang paling mengesankan selama Anda bertugas?”
“Memandikan jenazah seorang pejuang dan seorang konglomerat.”
“Mengapa?”
 “Saya menemukan sesuatu pada tubuh mereka.”
“Apa itu?”
“Tato ‘Indonesia’ di dada pejuang dan tato ‘Rupiah’ di dada konglomerat.”
Continue Reading | komentar

Opera van Mbatavia by Joko Luwarso



Continue Reading | komentar

Opera van Mbatavia 1 by Toni Hariyanto



Continue Reading | komentar

Opera van Mbatavia 2 by Rachmad Basoeki


Continue Reading | komentar

Opera van Mbatavia 3 by Nassirun Purwokartun


Continue Reading | komentar

Opera van Mbatavia 4 by Apat Cartoon





Continue Reading | komentar

Opera van Mbatavia 5 by Andy Santajaya








Continue Reading | komentar

Dari Sukhoi, Boeing, Airbus hingga Lady Gaga


Darminto M Sudarmo
Sejujurnya melakukan perjalanan dengan naik pesawat terbang itu asyik, asal tidak nabrak gedung, tebing atau gunung. Selain waktu tempuh lebih pendek (dari kereta atau mobil) duduk berlama-lama di bangku pesawat juga bikin bosan dan pantat panas. Umumnya, saat-saat paling mencekam adalah ketika pesawat melakukan takeoff  (tinggal landas) atau landing (turun landas). Saat-saat seperti ini, bila dapat dilampaui dengan aman, hati terasa lega. Di luar kedua peristiwa tersebut, untuk pesawat komersial sebenarnya penumpang boleh melepas sabuk pengaman, lalu ada yang ngobrol, tidur, bengong, ke kamar kecil atau sibuk menyantap hidangan yang dibagikan. Tak ada ceritanya lalu cari-cari masalah dengan melewati rute yang berbahaya dan menantang. Seharusnya begitu.
Begitu pula logika yang ada di benak pemilik industri pesawat terbang. Mengingat pentingnya pesawat bagi mobilitas orang sedunia, yang butuh kecepatan, kenyamanan dan keamanan, maka apapun yang pernah terjadi, the show must go on. Pesawat-pesawat terbaru dan tercanggih harus tetap diproduksi karena itu memang dibutuhkan. Dua brand yang hingga kini merajai industri pesawat komersial dunia adalah Boeing dan Airbus. Kompetisi di antara mereka berdua juga seru. Keduanya bisa disebut pemilik duopoli saat ini.
Apa bedanya kedua pesawat ini? Boeing, baik seri 747 atau 777 senyaman dan seaman apapun tetap berbeda dengan Airbus A380 atau A350 di mata konsumen yang semakin kritis dan rewel. Selain Airbus berbadan lebih lebar secara teknologi juga lebih high end. Kenyamanan itu akan terasa sekali kalau Anda memiliki postur tubuh di atas rata-rata normal alias gendut; jika melihat ruang duduk pesawat yang kecil dan sempit, langsung saja membuat si empunya tubuh merasa kejepit; apalagi kalau sudah mengenakan sabuk pengaman, napas serasa berhenti dan badan langsung tak berkutik. Lha Airbus, yang menjanjikan kenyamanan bus udara, setidaknya memang bisa dirasakan kelebihannya. Tak peduli apakah pesawat itu memuat 150 atau 500 penumpang. Ini beda sekali dengan pengalaman ketika kita naik pesawat berbadan kecil, kita merasa dimasukkan ke dalam kotak (maaf, peti mati), lalu dilemparkan ke udara. Bayangkan bagaimana rasanya?
Di Airbus, perasaan lega dan nyaman memang terasa. Beberapa waktu lalu, dalam perjalanan dari Denpasar ke Jakarta dengan Garuda Airbus (A330-330 dengan kapasitas 257 seats) , saya melihat beberapa kursi yang kosong. Pada baris tengah, pada deretan 5 kursi terlihat penumpangnya hanya seorang, akhirnya saya senyum dalam hati waktu melihat penumpang itu memanfaatkan penerbangannya dengan tidur mendengkur di seluruh permukaan seat kayak tiduran di bangku terminal saja. Asyik. Terbukti, Airbus memang nyaman, kan? Begitulah, kompetisi dua raksasa industri penerbangan komersial tersebut terus berlomba meningkatkan daya pikatnya. Tak pelak bila sejarah langsung mencatat persaingan antara Boeing (Amerika Serikat) dan Airbus (konsursium Eropa) tergolong ketat dan seru.
Di tengah deru kompetisi dua produk pesawat komersial dunia yang memiliki riwayat pasang surut pasar itu, kehadiran Sukhoi Superjet 100 komersial (Rusia) yang mengusung ambisi besar untuk menembus duopoli Boeng-Airbus dapat diraba dari pernyataan Captain Alexander Yablontsev sehabis terbang perdana Sukhoi 19 Mei 2008, ”Ini pesawat tercanggih dan terbaik saat ini. Dapat terbang di landasan yang kurang baik, karena memiliki daya dorong mesin kuat sehingga kondisi jelek itu bukan halangan untuk mengudara. Masa depan Industri Dirgantara Rusia akan cerah setelah lahirnya Sukhoi Superjet 100 ini.” Dan ternyata ambisi itu menjadi sangat terganggu setelah peristiwa naas yang dialami Sukhoi pada 9 Mei 2012. Sebagaimana banyak diberitakan media, Captain Alexander Yablontsev gugur dalam tugas bersama pesawat Sukhoi superjet 100. Pada 9 Mei 2012, pukul 14.12 pesawat kehilangan kontak dan ditemukan sebagai puing-puing berserakan keesokan hari karena menabrak tebing berkemiringan 85 derajat di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Pesawat itu, ditemukan Tim Basarnas pada 10 Mei 2012.
Produk industri penerbangan hampir sama saja dengan produk ayam goreng. Cedera popularitas, cacad citra, gangguan image, sedikitnya juga berpengaruh pada pertimbangan akal sehat konsumen. Setidaknya ketika trauma ketidaknyamanan itu belum sirna. Masyarakat pada umumnya nyaris tidak mau peduli apakah akibat kecelakaan pesawat itu karena human factor atau technical factor. Nasib sial Sukhoi yang sangat mendadak dan tidak terduga itu, gaungnya belum juga surut hingga kolom ini ditulis. Spekulasi tentang siapa yang salah pun merebak dan berhamburan ke mana-mana. Tak terkecuali spekulasi “jahat” yang menjahili kemungkinan tentang adanya “sabotase” dari pihak pemilik duopoli yang menyewa “agen-agen”-nya untuk mengakhiri demonstrasi Sukhoi yang dapat memecah konsentrasi pasar produk mereka di Indonesia. Dunia oh dunia...!!!!
Dunia juga...yang membuat Lady Gaga gagal melakukan tour di Indonesia. Berbeda dari banyak stigma tentang Lady Gaga yang dikhawatirkan sekelompok masyarakat kita (terutama soal ke-yahudiannya—keluarganya penganut Katolik Roma), berbeda pula kenyataan yang sesungguhnya ada pada diri gadis kidal bernama asli Stefani Joanne Angelina Germanottaini (lahir di New York City pada 28 Maret 1986, dari keluarga campuran Italia-Amerika). Seperti diberitakan, Ia belajar bermain piano sejak umur empat tahun, menulis lagu piano pertamanya pada usia 13 tahun dan tampil secara open mike pada umur 14 tahun. Ia mengaku dari keluarga tidak mampu, “Ibuku bekerja dari jam delapan pagi sampai delapan malam di luar rumah, dalam bidang telekomunikasi, dan begitu pula ayahku."
Mengawali kariernya sejak tahun 2006, penuh tanjakan dan turunan sehingga bentuk kesenian yang hampir jadi dan menjadi pijakannya justru di tahun 2007. Sebenarnya kalau dibilang perjalanan kariernya serba gampang karena “menjual” erotisme dan keanehan, belum tentu benar juga karena sebagaimana banyak aktris lain yang mencapai tangga popularitas tinggi dan sukses sebelumnya juga mengalami peristiwa jatuh bangun. Gaga remaja, dalam masa pencariannya juga begitu. Dia telah melewati tahap-tahap bekerja sama dengan banyak pihak, tetapi semua berujung pada kekecewaan hatinya yang terdalam, hingga ia balik ke orang tuanya, larut dalam dunia dugem, obat-obatan, melakukan pentas di bar, kelab malam dan seterusnya.
Setelah pindah ke Los Angeles pada 2008, albumnya The Fame, gabungan dari genre musik yang berbeda-beda, mendapat sambutan positif dari kritikus kontemporer. Diberitakan kemudian album itu memuncak di nomor satu di Inggris, Kanada, Austria, Jerman, Swiss dan Irlandia, dan puncak-lima di Australia, Amerika Serikat dan lima belas negara lain. Di seluruh dunia, The Fame telah terjual lebih dari empat belas juta kopi. Singel pertamanya "Just Dance" menduduki puncak tangga lagu di enam negara-Australia, Kanada, Belanda, Irlandia, Inggris, dan Amerika Serikat-dan kemudian menerima nominasi Grammy Award untuk Rekaman Dansa Terbaik.
Ini artinya, kalau kemudian kreasi dan pilihannya yang eksentrik dan provokatif itu disebut sebagai salah satu mainstream untuk jenis musik yang digandrungi masyarakat saat ini, sebenarnya bermula dari hal yang mengalir dan intuitif; seperti tertulis dalam uraian berikut ini: Gaga sangat dipengaruhi oleh artis glam rockseperti David Bowie dan Freddie Mercury dari band Queen, serta artis dance-pop seperti Madonna dan Michael Jackson. Lagu Queen "Radio Ga Ga" menginspirasi nama panggungnya, "Lady Gaga" (bermula dari lafaz Radio Gaga yang dimain-mainkan atau dipelesetkan akhirnya menjadi Lady Gaga-Red). Dia berkomentar: "Saya memuja Freddie Mercury dan Queen yang telah mempunyai hit "Radio Gaga". Itulah mengapa saya mencintai nama tersebut. Freddie sangat unik—salah satu tokoh terbesar di sejarah musik pop."
Gaga juga sering dibanding-bandingkan dengan Madonna. Ia sendiri menyatakan, "Tidak seorang pun penggemar Madonna yang lebih memuja dan mencitainya melebihi saya. Saya adalah penggemar terbesarnya, baik secara pribadi maupun profesional." Penyanyi lain yang juga menginspirasi Gaga di antaranya adalah Whitney Houston, Britney Spears, Grace Jones dan vokalis Blondie Debbie Harry.  Dalam sebuah wawancara dengan Yahoo! Singapura, saat ia menjawab banyak pertanyaan dari media, dia menyatakan Cyndi Lauper adalah seseorang yang ia kagumi, dan dia menyatakan ia merupakan alasan albumnya, Born This Way, lebih berjenis musik rock. Dia juga mengatakan ingin albumnya menjadi milik para fans, karena mereka bereaksi lebih kuat saat mendengar lagu rock dibanding pop, dan akhirnya itu menjadi alasan baginya memberi elemen rock pada albumnya.
Kontroversi yang kemudian berkembang dan menimbulkan berbagai tafsir (khususnya di negeri ini), termasuk kesalahpahaman, ketumpangtindihan persepsi, ketika penampilannya juga mengeksplorasi ikon fashion yang ganjil dan atraktif, adegan-adegan erotik (termasuk paham bi-seksual, dia dengan sadar merawat dukungan dari kaum gay dan mengaku akan menjadi “pembela” terdepan mereka), serta konsep lagunya yang banyak melihat sisi gelap dari dunia pertunjukan dan ketenaran. Pengalaman pahitnya dengan bekas pacar semakin mempertegas konsep dan kengerian kreasinya sehingga ia mendapatkan julukan si Monster Kecil. Pengakuan keberhasilannya pun berlimpah ruah; penghargaan yang diterimanya pun datang dari berbagai penjuru. Dia memang sosok yang berkarakter.
Pertanyaan akhirnya adalah, moralitas seperti apa sebenarnya yang ditakutkan dari Si Monster Kecil ini? Mungkin kita jarang melihat persoalan ini dari sisi psikologis; Si Stefani, gadis ini, seperti halnya kreator atau seniman lain, sudah tentu memiliki kegelisahan, ketakutan, kekuatan, keinginan, kebencian, kecintaan dan talenta; seperti kata penyair J Keats, setiap seniman (apakah ia pencipta lagu, pelukis, pengarang, kartunis, pelawak, penyanyi dan lain-lainnya) memiliki “harta” yang bernama negative capability (kekuatan negatif); harta inilah yang menjadi pendorong lahirnya daya cipta dan kreasi.
Jadi kalau Lady Gaga atau Stefani punya kesadaran, bahwa sesuatu yang biasa-biasa saja, yang ikut-ikutan mau ditawarkan ke forum pencinta musik dunia, forum yang keras kompetisinya, hasilnya tentu pepesan kosong belaka; sesuatu yang akan lewat bagai angin lalu. Dalam suatu pengakuannya, ia pernah mengatakan rela untuk makan kotoran sekalipun asal omongannya didengar, asal pertunjukannya dilihat orang. Itulah si eksentrik Stefani. Layakkah kita memprovokasi sikap dan pilihannya dalam kesenian untuk tampil baru dan beda, padahal itulah kredo yang seharusnya dimiliki semua kreator atau seniman lain kalau kehadirannya ingin dianggap ada?
Semarang, 30 Mei 2012
Continue Reading | komentar

Pembatalan Ideologis

Prie GS

Penyanyi Rihanna pernah batal datang ke Jakarta karena konon mukanya memar akibat dipukuli pacar. Pesulap David Copperfield batal tampil di Jakarta karena gundah akibat dituduh memerkosa. Lady Gaga batal konser di Jakarta karena ancaman geruduk massa.
Ada tiga jenis pembatalan dengan tiga alasan. Tetapi menurut saya tiga alasan itu pada dasarnya sama saja: penuh kemudahan. Mudah sekali sebuah show raksasa batal, baik karena dibatalkan maupun yang membatalkan. Kesamaannya ialah: baik yang dibatalkan maupun yang membatalkan sama-sama dengan cara yang mudah.
Saya menduga, dan dugaan ini bisa saja salah, kemudahan itu terjadi karena yang dihadapi adalah negeri bernama Indonesia. Jangankan Rihanna dan David Copperfiled yang lebih tua, yang masih ABG seperti Justin Bieber saja bisa menyebut negeri ini tidak dengan nama. Melainkan sekadar negeri antah berantah atau negeri entah di mana. Jadi cukup hanya karena bertengkar dengan pacar, cukup dengan perasaan galau, seeluruh rangkaian kerja besar bisa bubar cuma karena ia di Indonesia..
Jadi, saya curiga, dan lagi-lagi semoga ini salah, Indonesia, menurut sebagian kalangan adalah negeri yang dianggap bisa dibuat mudah. Tetapi anggapan itu bisa jadi juga tak salah, karena memang ada banyak sekali kemudahan di negeri ini yang memang dengan sengaja kita selenggarakan sendiri. Mengurus apa saja bisa dibuat mudah. Kalau pun ada kesan menyulitkan, itu hanya cara untuk memudahkan.
Tak peduli seberapapun lengkap berkas surat-surat Anda, jangan berharap semuanya menjadi mudah. Kepada Anda akan disodorkan aneka kesulitan untuk bisa bertemu dengan si juru mudah. Dan tukang bikin mudah semua urusan itu ada di mana-mana. Ia mengitari seluruh cabang urusan. Merekalah para pembuat kemudahan dengan lagak penyebar kesulitan. Percayalah, di negeri ini tidak pernah benar-benar ada kesulitan kalau Anda mengikuti caranya. Karenanya, sebuah rencana show besar yang sudah dirancang berbulan-bulan, sudah melampaui begitu banyak prosedur kerepotan, juga bisa begitu saja dibatalkan. Show ini mudah diberi izin, juga mudah dibatalkan. Itulah gaya negeri serba mudah.
Ini berkebalikan dengan negeri yang serba sulit. Negeri semacam itu gemar mempersulit apa saja mulai dari soal menyelenggarakan pertunjukkan, memiliki senjata sampai memperoleh SIM. Akibatnya begitu pertunjukkan sudah diizinkan ia akan menjadi hiburan yang terjaga. Akibatnya, para pemilik senjata api yang sulit itu juga bukan orang-orang yang mudah menentengnya untuk merampok aneka toko emas. Para pemilik SIM yang sulit itu juga adalah pihak yang tidak banyak menimbulkan keruwetan di jalan raya karena kedisiplinannya.
Jadi ada jenis kesulitan, kalau ia adalah hasil keputusan ideologis, ia akan menimbulkan kemudahan di kelak kemudian. Sebaliknya, ada jenis kemudahan, jika ia bersifat praktis, cuma akan menimbulkan kesulitan di kelak kemudian. Tindakan praktis itu bisa berupa: membiarkan kaki lima untuk akhirnya digusur setelah keterlanjurannya sedemikian lama. Tindakan ideologis itu bisa berupa: melarang sejak awal pembangunan di bantaran, walau ia tampaknya lahan yang terbuka. Jadi persoalannya, baik menggusur maupun mengizinkan, baik melarang atau membatalkan, jika ia sekadar hasil dari reaksi, bukan hasil sebuah visi, ia akan menimbulkan bermacam-macam keruwetan.

Continue Reading | komentar

Menakar Moral Dunia Seni dan Pertunjukan

Kartun M Najib
Menakar moralitas dalam dunia seni dan pertunjukan adalah hanjriiiitttt! (istilah Heru S. Sudjarwo). Maksudnya kurang lebih seperti mencumbu angin dan menyetubuhi badai. Seperti melacak AD-ART ideologi Ewes-ewes. Mencari pasal, mencari ayat yang kemudian terbang ketika orang bersendawa lalu bablas logikanya. Persoalan keamanan itu tanggungjawab polisi, iya; nenek-nenek juga tahu. Persoalan moralitas dan keadaban adalah tanggungjawab para ulama dan agamawan, iya itu sudah seharusnya. Tetapi persoalan moralitas dalam kesenian, bukan polisi bukan ulama dan agamawan yang punya domain; domain itu ada di dalam Dewa Estetika, Bathara Kredo dan Sang Hyang Kreativitas. Dan semua itu melebur di dalam nilai yang bisa berubah sewaktu-waktu, bisa sangat nisbi di kali yang berbeda. Jadi budayawankah atau kritikus seni yang berwenang? Rekomendasi mereka hanya sementara. Hanya versi. Maka tak aneh bila karya seni itu sangat dinamis sangat plastis, karena sifat naluriahnya yang nisbi, mimesis, kinyis-kinyis meskipun kadang juga thukmis.

Mari kita simak karya-karya humor, lelucon, pertunjukan, wayang, musik, lawak, eprek-eprek dari yang canggih serius setengah mati sampai yang jumpalitan mengumbar aurat, mengeksplorasi kejenialan hingga yang jorok borokokok menebar terminologi tabu yang menyelinap di relung kasak-kusuk. Ada yang ajib, ada yang hanjrit, semua memberi warna dinamika, bahwa dunia seni (apalagi) pertunjukan, sungguh wilayah nyata yang tak bisa disentuh dengan takaran-takaran matematis, apalagi logika dogmatis. Itu sepertinya bikin miris, tapi tidak, ia hanya letupan kembang api fenomena dari magma kreativitas yang terus akan ada.

Salam,

Redaksi


Kartun Djoko Susilo

Continue Reading | komentar

Dangdut Koplo vs Lady Gaga

  
Continue Reading | komentar

Valentine Concert vs Lady Gaga

  
Continue Reading | komentar

Kucing Garong vs Lady Gaga

   
Continue Reading | komentar

Dangdut Maut vs Lady Gaga

  
Continue Reading | komentar

Titin Karisma vs Lady Gaga

  
Continue Reading | komentar

Iwak Peyek vs Lady Gaga

  
Continue Reading | komentar

Rhoma Irama "ala" Wayang Kampung Sebelah

Continue Reading | komentar

Wayang Kampung Sebelah "Minul vs Inul"

Continue Reading | komentar

Inul Darahtinggi

Continue Reading | komentar

Wayang Kampung Dangdut

Continue Reading | komentar

Wayang Koplak Ki Enthus - Lucu, Kasar dan Saru

Continue Reading | komentar

Wayang golek -bobodoran bag.1

Continue Reading | komentar

Wayang Golek (100% Ketawa)

Continue Reading | komentar

Asep Sunandar - Cepot Barakatak 10.mp4

Continue Reading | komentar

Dongeng Kang Ibing (1)

Continue Reading | komentar

KANG IBING DAN AOM KUSMAN ULTAH MARA 40 PART 3 final.mp4

Continue Reading | komentar

Ngidung Parik-an Jawatimur oleh KARTOLO cs

Continue Reading | komentar

kidungan ala kartolo.mp4

Continue Reading | komentar

Jula Juli Surabaya - EMILIA CONTESSA ( P'Dhede Ciptamas ).wmv

Continue Reading | komentar

ludruk basiyo - popok wewe 1

Continue Reading | komentar

Pangkur Jenggleng Epsd. Apus Apus

Continue Reading | komentar

Kirun & Marwoto Dagelan 1 - Campursari

Continue Reading | komentar

Topan Lesus.flv

Continue Reading | komentar

Lagu Koplak

Continue Reading | komentar

STM GEMBLUNG.(ngapak)mp4

Continue Reading | komentar

BREBES TEGALAN KLIP-JATIBARANG JATIROKEH

Continue Reading | komentar

man draup teol.wmv

Continue Reading | komentar

Ndog Asin - Imam Joend

Continue Reading | komentar

RIKA TEGA ENYONG TEGA ciptaan : Lanang Setiawan

Continue Reading | komentar

Slamet Gundono Opera Suro1. Bisma Meminta Kepala

Continue Reading | komentar

Kajian Basa Tegal

Continue Reading | komentar

Sintren, SINDEN NGETREND

Continue Reading | komentar

Suluk Montang-manting - OrkesSampag Gusuran

Continue Reading | komentar

Kereto Jowo - eling-eling manungso bakale mati

Continue Reading | komentar

SULE Irama

Continue Reading | komentar
 
Copyright © 2011. Majalah HumOr Online . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger