<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » Budaya Kampungan: Mudah Terkesima

Budaya Kampungan: Mudah Terkesima

M Djoko Yuwono

Oleh Ki Jenggung


KEBIASAAN atau secara lebay bisa disebut sebagai budaya kita yang kampungan adalah gampang terkesima. Kalau Anda berbeda dengan yang lain, gokil atau ‘gila’, berani berbuat aneh di depan publik tanpa rasa malu, tanpa perhitungan etika atau intelektualitas, maka Anda dapat terpilih menjadi pesohor, selebritas. Langkah selanjutnya dengan popularitas itu Anda dapat meraih prestasi atau tataran tak terduga. Bisa menjadi pemimpin atau kaya mendadak tak peduli kapasitas atau kompetensi Anda itu seperti apa.

Budaya yang memalukan ini seolah menjadi garis bawah mentalitas peminta-minta, inlanders, oportunis sejak dulu. Jangan marah. Ada nenek moyang suku di Indonesia mengajarkan konsep Ratu Adil, yang ditafsirkan secara sederhana sebagai seorang penguasa, pemimpin yang dianggap dapat memakmurkan kita tanpa kita berbuat apa-apa asal loyal pada si Ratu. Sedangkan nenek moyang suku lain mengedepankan usaha mandiri, merdeka dari pengaruh kekuasaan.

Bila kita kecewa dengan seorang pemimpin, kita akan cari antagonisnya, dengan keyakinan orang baru ini akan jadi Ratu Adil. Tokoh ini akan cepat mendapatkan epigone dengan kualitas seadanya, sebab ada kelompok lain yang terkesima dengan si epigone alias “barang palsu” ini. Mochtar Lubis menengarai orang Indonesia itu suka sesuatu yang palsu asal mirip aslinya.

Seorang walikota dari pedalaman dianggap berhasil memimpin daerahnya, lalu terpilih menjadi gubernur di Kotaraja. Gayanya tidak biasa, membuat rakyat terkesima sebab belum melihat gagrak kepemimpinan seperti itu. Resepnya dianggap ampuh untuk menjadi Ratu Adil yang mengandung harapan menjadi sinterklas juga. Setelan baju gubernur yang belum komplet dipakainya, dipaksa-paksa, diojok-ojokin, dioyog-oyog, untuk segera ganti baju presiden. Jelas salah ukurannya, baik secara fisik maupun idealistiknya. Kenapa tidak dibiarkan dia bekerja hingga akhir?

Ini karena budaya terkesima tadi. Kontan para impostors memanfaatkan orang mirip dia untuk tujuan komersial belaka. Gilanya si epigone ditawari jabatan minor di daerah hanya karena punya muka mirip dengan si gubernur. Rakyat mengira wajahlah memberi tuah, bukan etos atau gaya maupun daya kerjanya.

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Majalah HumOr Online . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger