<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » Sedimentasi Sosial

Sedimentasi Sosial



Prie GS
Sekarang ini banyak sekali sungai  yang mendangkal dan beberapa di antaranya malah lenyap menjadi daratan. Sungai  di kampung tempat saya berenang dulu kini bergerak menjadi parit, padahal di situlah salah  seorang di antara kami pernah tenggelam sampai hampir mati. Lokasi rumah yang kini saya tempati pun adalah bekas jalur air. Sungai di kota saya,  Banjir Kanal Barat yang kini sedang dikeduk dan diperlebar itu terancam menjadi bantaran besar karena debit airnya  cuma setara dengan genangan.
          Kini saya mengerti, kenapa di bantaran sungai banyak berdiri rumah-rumah darurat yang akhirnya malah berubah menjadi benar-benar rumah. Selain karena persoalan sosial, ini juga hasil isntink alamiah saja: mereka tidak melihat ancaman. Dan ancaman itu bukan peraturan, melainkan air. Mereka membangun rumah karena memang sungai itu telah menjadi daratan. Air itu kini tak lagi mengancam lewat aliran resmi. Air itu kini ingin menempuh alirannya sendiri dengan cara yang mulai sulit diprediksi. Mungkin karena ia  kecewa karena di seluruh aliran resmi, air cuma menghadapi bermacam-macam hambatan.
          Seluruh aliran resmi itu kini ramai-ramai mengalami pendangkalan dan selebihnya pendaratan. Eloknya, watak sungai ini seperti cuma hendak  mengabarkan watak pendangkalan di segenap urusan. Di Indonesia, sepak bola saja bisa berubah menjadi bukan sebak bola tetapi telah menjadi intrik politik dan pertunjukkan organisasi yang ruwet. Sepak bolanya sendiri tiba-tiba lenyap entah ke mana. Maka kepada negaranya, sepak bola Indonesia jauh lebih banyak menyumbang  persoalan katimbang prestasi.
          Politik juga menunjukkan gejala yang sama. Banyak partai didirikan cuma atas  nama kecewa. Maka sebelum sebuah partai sempat berkontribusi membangun bangsa sudah keburu sibuk dengan pertengkarannya sendiri. Berdiri partai baru lagi, kecewa lagi, partai baru lagi, begitu seterusnya. Begitu banyak  sekarang ini pihak yang terpaksa  menjadi  sangat sibuk tetapi cuma untuk mengurus persolannya sendiri. Begitu besar konsentrasi kepada diri sendiri itu, sehingga urusan bersama mengalami ketelantaran di mana-mana. Fasilitas umum selalu mengalami fandalisme sehingga orang-orang umum lebih memilih bersikap  tidak sebagai umum.
          Di hampir semua tempat rekreasi yang  saya datangi saya selalu dikejutkan olah masalah sampah. Begitu merdeka sampah itu menghuni  apa saja sehinga separoh dari tempat rekreasi itu benar-benar telah berubah menjadi TPA. Yang terlihat akhirnya bukan cuma  betapa merdeka orang-orang dalam  membuang sampah, tetapi juga betapa merdeka  petugas kebersihan untuk tidak menjalankan tugasnya  dan juga betapa merdeka perda sampah untuk tidak dijalankan sebagaimana perintahnya. Jadi sedang ada ruang kemerdekaan yang begitu luas sekarang ini untuk melangsungkan seluruh tindakan yang pusatnya hanya kepentingan diri sendiri. Lihat saja, hampir seluruh kerumitan berbangsa dan bernegara ini tidak  besumber dari kebodohan dan kemiskinan, melainkan bersumber pada pemujaan yang sangat kepada  kepentingan sendiri. Sekarang jelas, kenapa krisis kepemimpinan terjadi karena di mana-mana, publik tidak melihat kepemimpinan melainkan sekadar pihak yang sibuk digelayuti  pamrih-pamrihnya sendiri.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Majalah HumOr Online . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger